Jakarta, 4 Agustus 2024 – Seniman dan juga praktisi hukum Yeni Fatmawati, menggelar pameran tunggal ke empat yang bertajuk “Merengkuh Kuasa Hidup”. Pameran ini akan menghadirkan sebanyak 25 lukisan yang terbagi menjadi 9 series.
Pameran tunggal berlangsung di Galeri ZEN1, Menteng, Jakarta Pusat dan dibuka pada tanggal 4 Agustus oleh Peter F Gontha. Pameran ini akan berlangsung hingga 31 Agustus 2024. Yeni yang baru saja menyelesaikan studi magisternya di fakultas seni rupa dan desain (FSRD) ITB ini akan menampilkan lukisan-lukisan dengan teknik yang berbeda dari sebelumnya. Akan tetapi pameran ini pun Yeni menampilkan 3 lukisan realisnya.

Kurator pameran, Rizki A. Zaelani, mengungkapkan, Yeni mungkin wakil dari sedikit orang yang memiliki kesibukan yang tak biasa: bekerja di bidang hukum sekaligus juga berkarya di bidang seni—khususnya seni lukis dan patung, selain juga bidang sastra dan puisi. Bagi orang kebanyakan, hukum dan seni, bahkan, sering dianggap sebagai dua bidang yang bertentangan; Yang satu menuntut aturan dan kepastian sedang yang lainnya justru menghendaki kebebasan dan ketidak-pastian ukuran. Namun, sebenarnya, keduanya memiliki irisan ruang imajinasi yang kurang lebih sama untuk membayangkan adanya nilai yang bisa dianggap universal, atau universalitas nilai. Bidang hukum membayangkan universalitas nilai ‘kebaikan’ dengan kaitannya pada ‘keadilan’, sedang seni mengimajinasikan kaitan nilai ‘kebaikan’ dengan pengalaman ‘keindahan’ yang dibayangkan bersifat universal.

Proyek seni yang ia kerjakan berkaitan dengan perenungan tentang nilai hidup, mengenai makna-makna positif yang ‘ditemukan’ dalam alur perjalanan hidup yang ia jalani hingga kini. Dalam studi seni rupa, apa yang dikaitkan pada universalitas nilai, seperti pertanyaan: ‘Apakah makna hidup?’ pada akhirnya memerlukan obyek aktual atau gambaran pengalaman faktual yang bisa dipikirkan dan direnungkan. Tak sedikit seniman, di Indonesia khususnya, yang menganggap ‘obyek’ itu sebagai simbol atau bentuk yang menggambarkan sesuatu. Masalahnya, apakah simbol atau bentuk seperti itu benar-benar bisa mewakili nilai pengalaman? Akhirnya Yeni tak memilih untuk mengerjakan bentuk atau gambaran tertentu untuk ‘mewakilkan’ makna tentang aneka pengalaman hidup yang dijalaninya—sebagaimana bisa kita melihat pada karya-karya yang dipamerkan kini.


Proyek seni yang dikerjakan Yeni, di program Magister Seni ITB, berkaitan dengan permasalahan sense, soal bagaimana ia merenungkan perjalanan hidup dirinya. Karya-karya yang ia ciptakan berkisar pada pengalaman hidup dirinya: mengenai nilai kegembiraan, kebahagiaan, dan pemenuhan yang [ternyata mesti] bercampur dengan fragmen-fragmen kesedihan, duka, dan kehilangan.


Hidup tak pernah bisa takluk melulu menjadi apa yang diinginkan bagi diri seseorang. Hidup memiliki kuasa, menjelaskan kekuatan atau kekuasaan yang berada ‘di baliknya,’ atau ‘di atasnya.’ Sebagai seorang praktisi hukum, Yeni tentu juga punya cara khas untuk mengenali masalah kekuatan atau kekuasaan dalam praktek hidup. Setiap obyek hukum, tentu, berkaitan dengan soal kuasa dan kepentingan. Namun demikian, sikap yang dijalani Yeni sebagai seniman, tentu saja berbeda dengan caranya dalam menangani masalah hukum. Saya menduga, dalam momen-momen tertentu, Yeni(sebagai praktisi hukum) ingin membebaskan dirinya dari pengetahuan dan sikap dirinya untuk ‘memihak’ pada pihak yang masing-masing bersengketakuasa untuk kepentingan hidup. Dalam sikapnya sebagai seorang seniman itu lah ia justru memihak pada kuasa hidup itu sendiri, pada pelajaran dan anugerah yang diberikan hidup, yang berada di luarkendali dirinya, di luar kendali setiap orang.

Yeni menuturkan pemaknaan seni adalah medium demi menggali dan memahami pengalaman hingga sampaikedalaman makna hidup, ekspresi seni juga berkomunikasi pada dunia, mengungkap berbagai hal yang tak tersampaikandalam kata-kata.

“Getaran pada sapuan kuas, jejak-jejak aliran warna, penumpukan maupun persilangan bentuk-bentuk: realistic maupun abstrak, adalah cara menemukan ruang. Aku, kemudian, menciptakan ruangku sendiri dalam kemungkinan-kemungkinan ruang yang kutemukan. Pada ruang pribadikulah, dalam lapisan dan kedalamannya, aku bebasmengekspresikan kegembiraan, kesedihan, dan terutama keindahan hidup: perjalanan hidupku sehari-hari.” Jelas Yeni.

Hidup dan seni adalah dua sisi berbeda dari satu bilah koin yang sama. Melalui ekspresi karya seni, aku berharap dapat menghidupkan inspirasi hidup bagi pihak lain. Ekspresi keindahan seni, bagiku, bertujuan menemukan keseimbangan. Seni, mungkin, telah dan akan terus mengajarkan pada kita semua agar mampu melihat wujud keindahan dalam tiap-tiap kesedihan, kegelisahan, atau kekacauan. Bukankah kita, sebagai manusia, memiliki kebebasan untuk mencari dan menemukan makna serta nilai keseimbangan bagi kualitas hidup kita masing-masing?